YOGYA – Quarter Life Crisis (QLC) menjadi tantangan besar bagi mahasiswa di berbagai negara, termasuk Thailand. Fenomena ini ditandai dengan kebingungan, kecemasan, dan ketidakpastian dalam menentukan arah hidup, karier, serta identitas diri. Menyadari pentingnya upaya pencegahan terhadap QLC, dosen Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan pelatihan dengan pendekatan Spiritual Well-beinguntuk mencegah QLC pada mahasiswa di Thailand.
Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada 4-6 Februari 2025 di Fakultas Pendidikan Universitas Fatoni Thailand. Tahapan kegiatan dengan melakukan observasi terhadap aktifitas mahasiswa dan wawancara kepada para dosen, serta pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan dalam rangkaian pengabdian masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh puluhan mahasiswa Thailand yang tengah menempuh pendidikan di universitas. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan pemahaman mendalam tentang QLC, Spiritual well-being, Self-Management, dan Student well-being serta cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna mengelola kecemasan dan membangun ketahanan mental.
Dalam pelatihan ini, Dr. Wantini, M.Pd.I dosen MPAI UAD yang menjadi pemateri, menjelaskan bahwa dalam menghadapi QLC kesejahteraan spiritual dapat menjadi fondasi yang kuat sebagai upaya pencegahan krisis, “Ketika seseorang memiliki pemahaman QLC yang baik, ia akan lebih mudah menemukan makna dalam setiap pengalaman hidup, lebih tenang dalam menghadapi tantangan, serta memiliki arah dan tujuan yang jelas,” ungkapnya.
Selain itu, Dr. Djamaluddin Perawironegoro, M.Pd.I menyatakan “Keterampilan mengelola diri atau Self-Management berdampak pada pencapaian kesejahteraan mahasiswa atau Student Well-being yang berkontribusi terhadap pencegahan QLC”. Lebih lanjut, Dr. Abdul Hopid, M.Ag menekankan bahwa Spiritual Well-being berperan penting dalam membentuk pola pikir positif dan menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang. Materi yang disampaikan meliputi penguatan nilai-nilai keimanan, refleksi diri, serta teknik mindfulness berbasis spiritual yang dapat membantu mahasiswa menghadapi tekanan hidup dengan lebih baik.
Selain sesi pemaparan materi, pelatihan ini juga dilengkapi dengan diskusi interaktif serta sesi refleksi diri, di mana mahasiswa diajak untuk mengeksplorasi perjalanan hidup mereka, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi, serta menemukan solusi berdasarkan nilai-nilai spiritual. Banyak peserta yang merasa terbantu dengan adanya pelatihan ini, karena memberikan wawasan baru dan strategi praktis dalam menghadapi tekanan hidup.
Salah satu peserta, memberikan tanggapan bahwa pelatihan ini sangat relevan dengan kondisi yang ia alami. “Saya sering merasa bingung dengan masa depan dan apa yang ingin saya capai. Setelah mengikuti pelatihan ini, saya lebih memahami bahwa spiritualitas dapat menjadi sumber ketenangan dan panduan dalam membuat keputusan hidup,” ujarnya.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan mahasiswa Thailand dapat lebih siap menghadapi QLC dengan pendekatan yang lebih positif dan solutif. Dosen MPAI UAD juga berharap kegiatan serupa dapat terus dikembangkan, tidak hanya untuk mahasiswa di Universitas Fatoni di Thailand, tetapi juga bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang lainnya.
Kegiatan ini menjadi salah satu bentuk kontribusi akademisi dalam mendukung Student Well-being secara holistik, menggabungkan aspek intelektual dan spiritual guna menciptakan generasi yang lebih tangguh, percaya diri, dan memiliki arah hidup yang jelas. (*)