Social-Enterpreneurship Masjid Jogokariyan dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Persatuan Erat, Ekonomi Kuat

Salah satu masjid yang telah berhasil dalam menerapkan konsep social-entrepreneurship yakni Masjid Jogokarian. Masjid Jogokariyan merupakan masjid terkenal yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Kampung Jogokariyan, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta. Masjid ini tidak hanya didirikan untuk melaksanakan ibadah saja, akan tetapi juga mengadakan beberapa program dan kegiatan di bidang ilmu, keagamaan, dan perekonomian yang bertujuan untuk memberi manfaat, keuntungan dan kesejahteraan bagi Masyarakat sekitar masjid. Salah satu program kegiatan tersebut adalah pemberdayaan ekonomi Masjid Jogokariyan.

Pemberdayaan Ekonomi Masjid Jogokariyan dilakukan dengan sistem kedermawanan yang berasal dari bantuan berupa infaq, sadaqah atau wakaf tunai melalui Baitul mal. Selain itu, sumber bantuan juga sering kali berasal dari pihak Perbankan maupun instansi lainnya, seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Menparekraf dan PT. Indosat sebagai bentuk Kerjasama untuk membantu meningkatkan usaha masyarakat binaan Masjid Jogokariyan.

Beberapa program kegiatan dalam pemberdayaan ekonomi meliputi: (1) Pemberian pelatihan ketrampilan, Masjid Jogokariyan memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat sekitar, terutama bagi mereka yang kurang mampu. (2) Pemberian bantuan modal, Masjid Jogokariyan juga memberikan bantuan modal kepada masyarakat yang ingin memulai usaha. Bantuan modal ini diberikan dalam bentuk pinjaman tanpa bunga. (3) Pengembangan jaringan bisnis, hal ini dilakukan dengan menghubungkan masyarakat dengan pelaku usaha lain sehingga dapat terjadi kerjasama dan pengembangan usaha. (4) Bazar UMKM di Kampung Jogokariyan, sebagai bagian dari strategi social entrepreneurship, Masjid Jogokariyan secara teratur menyelenggarakan bazar produk local/UMKM di area masjid. (5) Pemanfaatan Teknologi untuk Pemasaran Produk Lokal, melalui platform online dan media sosial, masjid membantu para pengusaha lokal memasarkan produk mereka ke pasar yang lebih luas.

Kebijakan yang diambil oleh Masjid Jogokariyan dalam menerapkan program kegiatan adalah dengan melakukan apa yang disebut dengan “how to image”, lalu “how to manage”, dan yang terakhir adalah “how to make success”. How to image yang dimaksud adalah bagaimana Masjid Jogokariyan membangun image baru/re-branding, bahwa masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagi sentra Pembangunan peradaban Masyarakat Sejahtera. Setelah sukses melakukan kebijakan how to image, maka langkah selanjutnya adalah How to manage. Yang dimaksud How to manage adalah bagaimana mengatur seluruh strategi dan program kegiatan yang telah dirumuskan tadi sehingga bisa berjalan dengan sinergis. Kebijakan ketiga yang diambil adalah How to make Success. Kebijakan ini dijalankan dengan bagaimana memastikan bahwa dengan image baru, dan susunan manajemen yang tepat, seluruh langkah dan program kegiatan yang dijalankan dapat mencapai kesuksesan yaitu tercapainya kesejahteraan masjid dan Masyarakat sekitarnya.

Berprinsip pada social-entrepreneurship, Masjid Jogokariyan menjalankan beberapa strategi yang telah memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Dampak tersebut antara lain: Peningkatan pendapatan Masyarakat, Program pelatihan keterampilan dan bantuan modal telah membantu masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan modal usaha mereka, yang secara tidak langsung meningkatkan peluang usaha dan pendapatan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan Masyarakat, Peningkatan pendapatan masyarakat telah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.  Peningkatan lapangan kerja, Pemberdayaan ekonomi juga telah membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Masyarakat dapat bekerja di usaha-usaha yang menjadi binaan dan dikembangkan oleh Masjid Jogokariyan.

Masjid Jogokariyan telah menunjukkan bahwa masjid dapat berperan penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui prinsip social-entrepreneurship, Masjid Jogokariyan telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar.

Penulis: Dwi Ayu Sulistyaningrum, Kristian Neri Monanda, Dr Dra Purbudi Wahyuni MM.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *